Ada sebuah sungai di Negeri (desa) Kamarian yang bernama WAI RANAI sungai tersebut terletak di bahagian sebelah barat Negeri (desa) Kamarian, kira-kira jaraknya dari tepi pantai 3 Km. Sungai ini mengalir dan bermuara di sebuah sungai yang besar yang bernama WAI IRA. Sungai ini mengalir dan bermuara di tepi pantai tepatnya di sebelah Barat Negeri Seruawan.
Pada pertengahan abad ke 18 terjadilah sebuah peristiwa yang sangat memilukan dan menyedihkan bagi Negeri Kamarian, pada saat itu terjadilah kehilangan 2 (dua) orang gadis asal Negeri Kamarian yang sudah dewasa kira-kira mereka berusia 19 tahun dan 20 tahun. Kedua gadis ini, mereka masing-masing bernama PATALA (MARIA) dan SARWANE. Mereka berdua pergi ke sungai yang bernama WAI RANAI dengan tujuan untuk mencari ikan, mereka membawa alat untuk menangkap ikan dan udang yang berada di dalam sungai WAI RANAI tersebut.
Alat penangkapan ikan dan udang yang dipergunakan itu adalah alat tradisional yang bernama AMANISAL yang terbuat dari Bambu. Bambu ditebang dari rumpunnya sesudah itu dinersihkan baru dianyam untuk menjadi AMANISAL. Untuk membuat sebuah AMANISAL diperlukan beberapa batang bambu sesuai dengan besar ukuran yang panjangnya 1 m dan 1 ½ meter, Amanisal ini berbentuk seperti sebuah TEROMPET dengan besar pada bagian mulutnya berdiameter 70 Cm dan pada bagian belakang berdiameter 15 Cm.
Mulailah kedua gadis ini melakukan kegiatan mencari ikan dan udang di sungai WAI RANAI, mereka turun ke dalam air sungai dan mulai menangkap ikan, karena mereka sangat
gembira dengan hasil penangkapan mereka yang begitu bayak mereka tidak terasa hujan yang turun sudah semakin deras dan saat itu hari sudah mulai senja sehingga mereka berdua sudah mulai merasa kedinginan. Disitulah mulai rencana mereka berdua untuk mencari tempat perlindungan / bernaung dan kebetulan disekitar mereka berdua ada sebuah batu besar yang menurut mereka bisa bernaung/berlindung. Dengan tidak memikirkan apa yang akan terjadi langsung pergi bernaung namun setelah selesai hujan kedua orang ini ingin melanjutkan kegiatan mereka lagi, yah tapi sayang begitu waktu mereka mau bergerak sudah tidak bisa lagi karena keduanya sudah melekat dengan batu yang mereka bersandar itu, sehingga kedua orang ini tidak bisa bergerak lagi dari tempat duduk mereka.
Kebetulan pada waktu itu ada beberapa orang pemuda yang pergi bersama-sama denga kedua orang ini sehingga mereka dapat mengetahui semua kejadian yang menimpa saudara mereka ini. Semua pemuda itu bergerak untuk menolong kedua wanita ini namun usaha dari pemuda- pemuda itu tidak berhasil. Kerena lengketan batu itu terlalu keras, ada pemuda yang pulang ke Kampung untuk meminta pertolongan, memanggil orang-oranguntuk pergi melepaskan saudara mereka yang sudah lengket oleh batu.
Pada saat itu juga smua orang kampung keluar dan menuju tempat kejadian mereka diperintahkan UPU PATI (Tuan Raja) mereka disuruh unruk membawa alat-alat apa saja yang dapt dipergunakan untuk bisa melepaskan kedua oarang yang sudah melekat pada batu itu.
Namun semua orang sudah berusaha dengan berbagai macam cara tetapi usaha mereka sia-sia saja, makin hari kedua orang yang melekat pada batu itu berubah wajah perlahan-lahan sehingga keduanya menjadi batu. Sehingga tempat ini sampai sekarang menjadi tempat yang bersejarah dan tempat ini juga menjadi tempat orang berwisata untuk menyaksikan batu besar yang pernah melekat manusia dan bisa menyaksikan bekas-bekas pahatan pada dinding-dinding batu yang pernah dilakukan orang-orang untuk melepaskan saudara mereka dari batu. Dan bisa menyaksikan keindahan alam disekitar batu melakat itu dan juga bisa berenang di dalam kolam air terjunnya yang sangat indah.
Sumber DISINI